Senin, 26 Mei 2008

Surat Kepada Calon Gubernur Jawa Tengah

Seiring berjalannya waktu terhitung mulai tahun 2004, sejak di wacanakannya Perencanaan Pembangunan Jalan Tol Semarang Solo oleh Pemerintah, khususnya Propinsi Jawa Tengah. Bersama itu pula sampai sekarang Warga Tirto Agung dan Klentengsari yang tergabung dalam FKJT, tetap berjuang untuk menuntut haknya yang dilindungi oleh undang-undang atas Perencanaan Pembangunan Jalan Tol Semarang Solo oleh Pemerintah, yang jelas-jelas melanggar berbagai peraturan yang masih berlaku dan/atau tidak

konsistennya Pemerintah Daerah dalam mengawal berlakunya peraturan tersebut sebagaimana mestinnya, sehingga oleh karenannya rute dialihkan melalui Tirto Agung dan Klentengsari yang bertentangan dan /atau melanggar dan/atau tidak konsisten dan/atau telah diabaikannya:
1. PERDA Nomor 21 tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Jawa Tengah;
2. PERDA Nomor 22 tahun 2003 tentang Kawasan Lindung Propinsi Jawa Tengah;
3. PERDA Nomor 5 dan 12 tahun 2004 tentang RTRW dan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kota Semarang (berlaku tahun 2000-2010) dan penjelasan lebih rinci dalam buku rencana dan album peta sebagai mana tercantum dalam lampiran ii dan iii yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari PERDA tersebut;
4. UU NO. 23 TH 1997;
5. PP NO.27 TH 1999;
6. KEPMENLH NO. 2 TH 2000;
7. KEPMENLH NO.40, 41, 42 TH 2000;
8. KEP. KA.BAPEDAL NO. 08 dan 09 TH 2000;
9. SURAT EDARAN NO. SE/10/M.PAN/07/2005;
10. UNDANG-UNDANG No. 26 tahun 2007
11. Kep. BPN Nomor 7 tahun 2007
12. PERPRES 36 TH 2005 Jo. PERPRES 65 TH 2006
Dengan tidak konsistennya dan /atau melanggar dan/atau telah diabaikannya peraturan tersebut oleh Pemerintah dan/atau oleh Pemrakarsa tol Semarang-Solo, atas peraturan yang masih berlaku dan/atau bertentangan dengan rasa keadilan yang ada dimasyarakat serta telah menodai tatanan hukum dalam Penyelenggaraan Pemerintah yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam rangka membangun Negara yang berkelanjutan.

Berdasarkan kenyataan tersebut diatas maka, Warga Tirto Agung dan Klentengsari sebatas memperjuangkan haknya yang dilindungi undang-undang, untuk dapat berlaku dan/atau berjalannya peraturan tersebut sebagaimana mestinya, mendukung penyelenggaraan pemerintah yang bersih dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme. Kami tidak menentang pemerintah, kami mendukung pembangunan (termasuk tol Semarang-Solo tapi yang sesuai aturan), kami menginginkan pemerintah memberi contoh yang baik kepada Warga yang dipimpinnya, warga yang mempunyai ijin mukim, warga yang memiliki sertifikat tanah, warga yang telah membayar pajak. Mestinya segala sesuatu yang diselenggarakan pemerintah harus berdasarkan hukum, negara ini adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan atau bukan negara berdasarkan hukum rimba, adanya tebang pilih. Masyarakat butuh kepastian hukum, jika sampai PERDA direvisi untuk menyesuaikan proyek berarti sebagai bukti bahwa produk hukum dengan mudahnya di belokkan dan /atau dirubah setiap saat sesuai kehendak Pejabat Publik Pemerintahan. Siapapun penyelenggara proyek harus taat kukum tidak terkecuali Pemerintah.

Ditambah lagi akhir-akhir ini diwacanakan oleh Pejabat Publik Pemerintahan akan diterapkan PERPRES 36/65 sebagai alat paksa penyerahan hak, hal tersebut sungguh memalukan, sungguh menyakitkan, sungguh tidak bermoral, sungguh tidak berdasar hukum, sungguh bukan tipe pimpinan visioner. Apalagi AMDAL dibuat tahun 2004 data-datannya tahun 2005. Pejabat Publik Pemerintahan bukannya memberi pendidikan pada masyarakat malah justru membodohi masyarakat, menakut-nakuti masyarakat serta menimbulkan konflik horisontal pada masyarakat serta menciptakan apatisme masyarakat kepada Pejabat Publik Pemerintah.

Pemerintah harusnya menyadari atas kesalahannya, tidak malu mengakui kesalahan, atas kekeliruan yang dibuat dan seharusnya mengucapkan terimakasih kepada masyarakat atas peran sertanya dalam pembangunan, yang memang berdasarkan hukum diatur dan/atau dipersyaratkan adanya keikutsertaan masyarakat. Pembangunan pada akhirnya adalah untuk masyarakat, kedaulatan berada ditangan rakyat. Selanjutnya mestinya atas pengakuan kesalahan desain rute segera dikembalikan sesuia PERDA: dimulai dari pintu pembayaran tol tembalang---BNI UNDIP---Jalan Jati Mulyo----SDN 01---menyusuri sebelah timur area pesawahan Graha Estetika menuju Kelurahan Kramas.

Berdasarkan paparan kenyataan tersebut diatas, maka kami mohon kepada Yth. Bapak/Ibu Bakal Calon Gubernur Jawa Tengah sebagai Calon Pemimpin Jawa Tengah yang akan dipilih masyarakat untuk memberikan petunjuk dan sikap terkait perencanaan pembangunan tol Semarang Solo atas rute yang akan dipaksakan melalui Tirto Agung dan Klentengsari. Sehingga dengan demkian maka, kami mengetahui Visi, Misi dan Tujuan masing-masing kandidat tersebut dalam membangun Penyelenggaran Pemerintahan yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Visi, misi dan tujuan kandidat penting untuk dijelaskan kepada masyarakat umum, apalagi diwacanakan akan dibangunnya jalan tol Trans Jawa, konon akan menghabiskan lahan produktif pertanian dan ladang yang subur sepanjang rute tol Trans Jawa, dengan demikian akan mengurangi sumber pangan bagi masyarakat, adannya alih profesi para petani sepanjang rute tol Trans Jawa, serta realisasi pembangunan tol Trans Jawa disinyalir berpotensi menginjak-nginjak hak masyarakat, memiskinkan masyarakat dan adannya inkonsistensi terhadap berbagai peraturan yang dilakukan Pemerintah.

Demikian surat permohonan kami, dengan harapan direncanakan dan/atau dijadwalkan oleh Bapak/Ibu sebagai Bakal Calon Gubernur, kapan kami bisa mendengarkan dan/atau bertemu dan/ silaturrohim. Paparan dan/atau sikap tersebut kami yakin pasti akan dinilai oleh masyarakat sepanjang tol Trans Jawa yang berpengaruh terhadap hak pilihnya, apalagi jika dipublikasikan di media cetak dan elektronik.

Selanjutnya kami tunggu konfirmasinnya. Atas perhatian dan perkenanya disampaikan terima kasih.

Semarang, 29 Januari 2008