Senin, 26 Mei 2008

Komisi D Tk I Menerima pengaduan Warga Tirto Agung: terliat foto anggota PAN, FG, PDI, PKS sedang bincang2 dengan Perwakilan Warga setelah acara




Read More......

Foto Audiensi Ke DPRD TK I Jateng Terkait Pengaduan Warga Tirto Agung




Read More......

KEPADA YTH.KETUA DPRD TK I PROPINSI JAWA TENGAH

Menindaklanjuti audiensi Warga/Masyarakat Pedalangan yang tergabung dalam Team Forum Komunikasi Jalan Tol (FKJT) dengan Komisi D DPRD Tk I Jawa Tengah

KEPADA YTH.
KETUA DPRD TK I PROPINSI JAWA TENGAH
DI –
SEMARANG


Perihal : AUDIENSI

Dengan hormat,
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, semoga Bapak/Ibu lancar dalam menjalankan kegiatan sehari-hari. Amin
Menindaklanjuti audiensi Warga/Masyarakat Pedalangan yang tergabung dalam Team Forum Komunikasi Jalan Tol (FKJT) dengan Komisi D DPRD Tk I Jawa Tengah yang telah dilakukan pada tanggal 28 September 2005 sebagaimana pokok surat, maka dengan ini Kami TEAM FKJT mohon kepada Ketua DPRD Tk I Propinsi Jawa Tengah berkenan mengadakan rapat gabungan semua komisi, instansi terkait pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo dan selanjutnya menerima Kami TEAM FKJT menghadap/AUDIENSI dalam rapat gabungan tersebut.
Demikian surat permohonan Kami buat untuk diperhatikan dengan serius, serta ditindaklanjuti segera, atas perhatian dan perkenannya disampaikan terima kasih.

Semarang, 30 September 2005

Read More......

INDONESIA NEGARA HUKUM

HUKUM YANG HARUS DITAATI

WARGA MENOLAK
PENGALIHAN RUTE
TOL SEMARANG-SOLO
K A R E N A :

INDONESIA NEGARA HUKUM
PERATURAN HUKUM YANG HARUS DITAATI
MELANGGAR PERDA = MENGHINA INDONESIA
JANGAN BIARKAN INDONESIA TERHINA KARENA INKONSISTENSI
PENGALIHAN RUTE
TOL SEMARANG-SOLO

BENTUK DARI :
KETIDAKADILAN
PEMBANGUNAN TIDAK TRANSPARAN
PEMBANGUNAN INSTAN
INSKONSISTENSI

KAMI MENOLAK
RUTE TOL SEMARANG-SOLO YANG MELEWATI WILAYAH
TIRTO AGUNG DAN KLENTENGSARI

KAMI MENDUKUNG TOL BILA:
SESUAI DENGAN RDTRK BWK VII (2000-2010)
PEMBANGUNAN TRANSPARAN
MEMPUNYAI AMDAL
BERWAWASAN LINGKUNGAN
MEMPERHATIKAN KESEJAHTERAAN WARGA
KAMI MENOLAK
RUTE TOL SEMARANG-SOLO YANG MELEWATI WILAYAH TIRTO AGUNG DAN KLENTENGSARI

KARENA KAMI MENGHENDAKI :
BELAJAR-MENGAJAR YANG TENANG DAN BEBAS POLUSI
KEHIDUPAN SOSIAL YANG HARMONIS
HIDUP SEHAT YANG BERKUALITAS
TERJAGANNYA EKOSISTEM
KENYAMANAN HIDUP
KAMI MENOLAK
RUTE TOL SEMARANG-SOLO YANG MELEWATI WILAYAH
TIRTO AGUNG DAN KLENTENGSARI

KAMI ADALAH WARGA YANG:
LEGAL
MEMILIKI IMB
TAAT PERATURAN DAN HUKUM
BERTANGGUNGJAWAB
BEBAS DAN MERDEKA
PENGALIHAN RUTE
TOL SEMARANG-SOLO
ADALAH BENTUK:
DISKRIMINASI
PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA
MELANGGAR BASIC DESAIN
MANAJEMEN TIDAK TERPADU
WARGA TETAP MENOLAK



RUTE TOL SEMARANG-SOLO YANG MELEWATI WILAYAH
TIRTO AGUNG DAN KLENTENGSARI KARENA MELANGGAR PERDA YANG MASIH BERLAKU


-----MERDEKA-----

Read More......

KEPADA YTH.BAPAK HISNU PUWENANG DIREKTUR BADAN PENGELOLA JALAN TOL(BPJT)

Penolakan/keberatan jalan tol Semarang-Solo melewati Tirto Agung

Nomor : 34/FKJT/VII/2007
Lampiran : -
Sifat : Sangat penting, mohon segera di sikapi


KEPADA YTH.
BAPAK HISNU PUWENANG
DIREKTUR BADAN PENGELOLA JALAN TOL(BPJT)
DI
JAKARTA

Perihal : Penolakan/keberatan jalan tol Semarang-Solo melewati Tirto Agung

Dengan hormat,
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, semoga Bapak beserta staf lancar dalam menjalankan tugas sehari-hari, selalu mendapat berkah, rahmah, mendapat perlindungan-Nya, selalu komitmen terhadap peraturan yang berlaku baik tertulis maupun non tertulis, mempunyai nasionalisme yang tinggi serta teruji. Amien.

Berdasarkan inventarisasi dan pematokkan kembali oleh TEAM P2T pada tanggal 2 Juli 2007 diwilayah Tirto Agung, atas rencana pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo yang akan dipaksakan melewati Tirto Agung. Atas dasar kegiatan tersebut maka Kami tegaskan kembali bahwa KAMI TIDAK MENOLAK JALAN TOL SEMARANG-SOLO TETAPI MENOLAK RUTE JALAN TOL SEMARANG-SOLO YANG MELEWATI TIRTO AGUNG

PENOLAKAN WARGA DI DASARKAN PADA:
1. PERDA NO. 5 dan 12 TAHUN 2000 (berlaku 2000-2010 dan telah direvisi tahun 2004) SERTA ALBUM PETA YG MERUPAKAN BAGIAN TIDAK TERPISAHKAN DARI PERDA (Jelas tidak melewati Tirto Agung dan Klentengsari), jadi rute lewat Tirto Agung merupakan pengalihan rute dari yang seharusnya lewat sesuai PERDA tsb.
2. UU NO. 23 TH 1997, PP NO.27 TH 1999, UNDANG-UNDANG No. 39 TH 1999 PASAL 70, KEPMENLH NO.17 TH 2001, KEPMENLH NO. 2 TH 2000, KEPMENLH NO.40 TH 2000, KEPMENLH NO. 41 TH 2000, KEPMENLH NO.42 TH 2000, KEP. KA.BAPEDAL NO. 08 TH 2000, KEP. KA.BAPEDAL NO. 09 TH 2000, SURAT EDARAN NO. SE/10/M.PAN/07/2005, UNDANG-UNDANG TATA RUANG YANG BERLAKU.
3. Masyarakat tidak dilibatkan dalam penyusunan Dokumen Amdal (bahkan diketahui bahwa, Amdal ditandatangani Desember 2004, namun didalamnya ada data rekap tahun 2005, tidak ada unsur masyarakat Tirto Agung yang dilibatkan),
4. Tirto Agung belum dilakukan sonder, dan merupakan willayah resapan air, permukiman dan area pendidikan.
5. Tanah pesawahan yang bersebelahan dengan Perumahan Graha Estetika adalah tanah produktif pertanian,
6. Di lewatkan Tirto Agung justru secara teknis lebih sulit dibandingkan sesuai PERDA, lebih pembengkakan biaya (rute lewat Tirto Agung relatif lebih panjang dibandingkan sesuai PERDA), beresiko tinggi serta dimungkinkan akan terjadi kasus Cipularang jilid kedua (di belakang Graha Estetika yang akan dilalui tol merupakan tadah hujan/resapan air serta menurut Warga ada sungai purba).
7. Merujuk surat dari Komisi Ombudsman Nasional surat nomor 223/KON Pwk-Lapor.0149/05/X1/2005-mh tentang perencanaan jalan tol Semarang-Solo harus mengacu pada PERDA NO. 5 dan 12 TAHUN 2000, didalamnya dijelaskan bahwa rencana jalan tol Semarang-Solo dimulai dari pintu pembayaran tol tembalang melalui jalan Banyuputih/lapangan Undip Tembalang/BNI UNDIP- Jalan Jati Mulyo terus menuju tanah pesawahan disebelah timur Perumahan Graha Estetika,
8. Secara faktual, berdasarkan anjuran surat KON tersebut sangat memungkinkan secara teknis dan mimalisasi biaya serta tidak ada persoalan hukum, sosial. (Warga beserta Bapedalda propinsi, Pemkot, Pemprov, dan Instansi terkait lainnya pernah survai bersama, dan saat itu disimpulkan layak).
9. Rute tol melewati Tirto Agung merupakan pengalihan rute dari yang seharusnya, dengan demikian maka mengusik rasa keadilan masyarakat yang telah mentaati hukum dan memenuhi berbagai aturan lainya. Sampai sekarang Kami tidak pernah mendapat jawaban yang tepat dan atau/ masuk akal yang bisa diterima oleh semua pihak mengapa rute dialihkan oleh pihak Pemrakarsa dan/ Pemerintah Daerah. Dengan demikian, opini yang berkembang dimasyarakat diduga adanya kepentingan yang tidak bertanggungjawab oleh oknum tertentu.
SARAN WARGA:
Kembalikan rute sesuai PERDA NO. 5 dan 12 TAHUN 2000 dengan;
1. Sepanjang kurang lebih 700meter menggunakan fly-over (dimulai dari pintu gerbang tembalang- berakhir didepan Kelurahan Kramas), jadi tidak merusak lingkungan dan jalan akses Warga yang sekarang ada tidak rusak dan /atau tetap berfungsi.
2. Sepanjang kurang lebih 700meter dibuat arteri (dimulai dari pintu gerbang tembalang-Banyuputih/perempatan depan BNI UNDIP diberi trafic light – terus menyusuri Jalan Jati Mulyo – menyusuri tanah pesawahan sebelah timur perumahan Graha Estetika – perempatan Kelurahan Kramas diberi trafik light- gerbang tol dimulai di area Kelurahan Kramas. Sebagai pelengkap dan daya dukung arus kendaraan yang akan masuk gerbang Tol Kramas serta untuk pengembangan wilayah dan /atau daerah atas, untuk itu maka:
1) Jalan Durian Raya dilebarkan menjadi arteri, diberi median jalan (jalan yang tersedia sekarang memungkinkan dan layak) dengan demikian akses tol yang ada sekarang dekat toko Swalayan ADA, terhubung menuju pintu gerbang tol baru di depan Kelurahan Kramas,
2) Jalan Sigar bencah – Jalan Fatmawati – Jalan Pedurungan – arteri utara atau Jalan Soekarno Hatta menuju alas tuo/Genuk (dioptimumkan dan /atau dilebarkan dan /atau ditingkatkan, apalagi kondisi jalan tersebut sekarang sangat layak).

Kedua poin tersebut dapat diwujudkan/direalisasikan, maka relatif akan menaikkan pendapatan Warga setempat dari sisi perekonomian, masalah sosial relatif tidak ada, masalah lingkungan relatif tidak rusak serta pengembangan wilayah Semarang atas menjadi lebih baik dan adannya kepastian hukum (Masyarakatpun membutuhkan kepastian hukum).

Demikian Kami sampaikan terima kasih atas perkenan dan perhatiannya, dengan harapan bahwa Masyarakat/Warga membutuhkan bukti nasionalisme para Pejabat dan keberpihakan Pejabat pada masyarakat yang bertanggungjawab serta mendukung penyelenggaraan Negara bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Semoga nasionalisme tidak hanya isapan jempol belaka.

Semarang, 9 Juli 2007

Read More......

KEPADA YTH.KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Permohonan perlindungan hukum terkait pengalihan rute tol

Nomor : 37/FKJT/IX/2007
Lampiran : 1 bendel
Sifat : Sangat Penting


KEPADA YTH.
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DI
JAKARTA

Perihal : Permohonan perlindungan hukum terkait pengalihan rute tol Semarang Solo yang tetap akan dipaksakan oleh Pemrakarsa melewati Tirto Agung dan
Klentengsari.

Dengan hormat,
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, semoga Bapak beserta staf lancar dalam menjalankan tugas sehari-hari, selalu mendapat berkah, rahmah, serta mendapat perlindungan-Nya., serta tegas, konsisten dalam mengemban amanat rakyat. Amien.

Berdasarkan Surat DPR RI nomor: PW.006/5458/DPR-RI/2007 perihal penyampaian pengaduan masyarakat mengenai rencana pembangunan Jalan Tol Semarang Solo yang ditujukan kepada Gubernur Jawa Tengah dan Badan Pengelola Jalan Tol Jakarta (lampiran 1), sebagai tanggapan atas surat dan keluhan Kami Warga Tirto Agung dan Klentengsari yang tergabung dalam FKJT dan tetap akan diadakannya sosialisasi pada tanggal 6 September 2007 oleh Pemrakarsa dibalai Kelurahan Pedalangan Kecamatan Banyumanik Semarang, bersama ini Kami sampaikan, dengan tetap dialihkannya rute tol melewati Tirto Agung dan Klentengsari merupakan bukti:
1. Diabaikannya surat dari DPR RI sebagaimana tercantum dalam surat nomor: PW.006/5458/DPR-RI/2007 tertanggal 3 Juli 2007 oleh Gubernur Jawa Tengah dan Badan Pengelola Jalan Tol Jakarta
2. Diabaikannya surat dari Komisi Ombudsman Nasional perwakilan DIY dan Jateng nomor: 223/KON Pwk-Lapor.0149/05/XI/2005-mh tertanggal 24 Nopember 2005 (lampiran 2), yang secara tegas, merekomendasikan rute jalan tol untuk dikembalikan ke rute semula karena menyalahi PERDA No. 5 dan 12 tahun 2004 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kota Semarang Bagian Wilayah Kota (BWK) VII tahun 2000-2010.
3. Menyalahi UU No. 23 Th 1997
4. KEP. KA.BAPEDAL NO.08 dan 09 Th 2000; karena dokumen AMDAL yang ada tidak valid, dokumen dibuat dan/ ditandatangani Desember 2004 tetapi data yang dipakai tahun 2005 dan Kami Warga Tirto Agung dan Klentengsari tidak pernah dilibatkan dan atau/ tidak pernah dimintai pendapat tentang dampak lingkungan. Dokumen AMDAL yang ada sekarang dibuat untuk rute sebelumnya yang benar sesuai PERDA No. 5 dan 12 tahun 2004 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kota Semarang Bagian wilayah Kota (BWK) VII tahun 2000-2010 dimulai dari pintu pembayaran tol Tembalang melalui jalan Banyuputih/lapangan UNDIP Tembalang-Jalan Jati Mulyo terus menuju tanah pesawahan disebelah timur perumahan Graha Estetika melewati Kantor Kelurahan Kramas.

Atas kenyataan tersebut Kami warga Tirto Agung dan Klentengsari menyatakan sikap (lampiran 3), dan mohon perlindungan hukum demi keadilan di negeri tercinta ini. Kami juga memohon kepada Kepala Kepolisian RI dan atau/ pihak berwajib bersikap bijak dan adil dengan tidak bersedia mengamankan proyek pengalihan jalan tol melalui daerah Tirto Agung dan Klentengsari yang menurut Komisi Ombudsman Nasional Perwakilan DIY dan Jateng jelas menyalahi PERDA No. 5 dan 12 tahun 2004 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kota Semarang Bagian Wilayah Kota (BWK) VII tahun 2000-2010.

Demikian, semoga mendapat perhatian sesuai dengan peraturan yang masih berlaku, untuk itu Kami sampaikan terimakasih. Kami tunggu klarifikasi berikutnya.


Semarang, 2 September 2007

Read More......

BINA MARGA DINILAI POJOKKAN PEMKOT SEMARANG

Bina Marga Propinsi Jawa Tengah dinilai Warga melakukan kegiatan tidak terpuji,

memojokkan Pemerintah Kota Semarang dan DPRD Kota Semarang terkait rencana pembangunan tol Semarang-Solo untuk melanggar dan mengabaikan RDTRK Kota Semarang dan DPRD Kota Semarang terkait PERDA No. 12 Tahun 2004 BWK VII Banyumanik. Masalahnya rencana pembangunan jalan tol Semarang-Solo yang disosialisasikan dan telah diterbitkan dalam draf AMDAL yang dikerjakan oleh PT. Virama Karya atas perintah Bina Marga Propinsi Jawa Tengah tidak mengacu pada RDTRK, mestinya Walikota di “WONGKE” karena pemerintah kota yang memiliki lahan, harusnya sejak awal dirembuk bersama dan harus mengikuti peraturan PERDA 12 Tahun 2004 masih berlaku 2000-2010.
Menurut Moh. Mabrur Taufik, S.Ag.,S.E.,MM yang juga Dosen, Konsultan Manajemen, Trainer, hal tersebut jelas melanggar kode etik dan pemaksaan kehendak, menangnya sendiri tanpa dasar dan menginjak-injak masyarakat se-Kota Semarang dan DPRD, serta menodai filosofi berbisnis yaitu asas legalitas hukum.
Tambahnya lagi lanjut Moh. Mabrur Taufik, tidak hanya melanggar kode etik dan pemaksaan kehendak, menangnya sendiri tanpa dasar dan menginjak-injak masyarakat se-Kota Semarang dan DPRD, serta menodai filosofi berbisnis yaitu asas legalitas hukum tetapi juga membohongi masyarakat atas kekuatan kontruksi jalan tol itu sendiri yang rapuh. Terlihat hal tersebut saat sosialisasi dan terbit dalam draf AMDAL bahwa jalan tol berumur 30 tahun, dan setelah itu pengelolaannya diserahkan pada Pemerintah Kota dan/atau Pemerintah Propinsi. Umur yang sangat pendek tersebut akan memberatkan Pemerintah Kota dan Propinsi, apalagi diketahui bersama bahwa jalan tol Semarang-Solo mencapai BEP sekitar 45 tahun, bisa dibayangkan kondisi jalan tol tersebut saat itu.
BEP yang panjang dapat dikatakan tidak layak secara ekonomis, bisnis macam apa ini?alih-alih PEMPROP dan PEMKOT hanya sebatas penyertaan modal bukan memiliki dengan demikian maka untung atau buntung? Hal tersebut jelas proyek instant, hanya mengejar target tertentu dengan mengabaikan kepentingan public dimasa yang akan datang dan cenderung gengsi dengan Negara tetangga. Kata Moh. Mabrur Taufik kepada WAWASAN tadi pagi.
Menurut Moh. Mabrur Taufik, yang namanya bisnis itu harus mengutamakan kapan modal harus kembali, seberapa besar keuntungan yang akan didapat, prospek kedepan bagaimana, apakah justru menimbulkan biaya social yang tinggi. Pada saat penyerahan pengelolaan tol ke PEMKOT dan/ PEMPROP diprediksi kondisi jalan mulai ambruk dan tidak menghasilkan lagi. Kondisi penyertaan modal, bagaimana proses bagi hasilnya, apakah sudah dirumuskan?
Menurut Moh. Mabrur Taufik, yang menjadi permasalahan adalah mestinya lahan yang sudah disiapkan PEMKOT dihargai (tertuang dalam RDTRK persetujuan DPRD dan reperesentasi rakyat Se-Kota Semarang), bukan merayu untuk mencabut, merevisi dan berbagai alasan yang tidak masuk akal, kalau tidak siap membangun lebih baik menyerah saja.
Berbagai dalih untuk “memaksakan” dikeluarkan dalam berbagai statemen: adanya usulan amandemen PERDA No. 12 Tahun 2004 (Suara Merdeka 27/12/05), jika sesuai PERDA lebih mahal dan berbahaya (Suara Merdeka 27/12/05), rute tol tidak melanggar PERDA dan masih dalam Blok BWK VII dan koridor 500m (Suara Merdeka 9/12/05), Ajakan Gubernur supaya masyarakat berpikir jernih, tidak menolak tol (kompas 10/12/05), dan ungkapan dari Ketua PPJT bahwa wajar warga mengadu pada KON dan kami tidak resah (Kompas 4 desember 05).
Anehnya tambah dari Moh. Mabrur Taufik, adanya banyak kejanggalan yang dilakukan oleh instansi terkait rencana tol, mereka berkata tanpa dasar yang pasti, jawaban mengada-ada dan simpangsiur. Bagaimana tidak simpangsiur; gubernur mengatakan AMDAL dan DED masih disempurnakan (Kompas, 4 Desember 05) tetapi Kepala Bapedalda mengatakan bahwa AMDAl sudah jadi oktober 2004, AMDAL sudah dapat diajukan sebagai syarat dimulai pembangunan tol. Anehnya lagi instansi terkait lainya juga belum pernah diajak bicara tentang tol seperti BKSDA (Suara Merdeka 9 desember 2005).
Mestinya jalan tol direncanakan dengan matang, segala peraturan dipenuhi termasuk keterlibatan masyarakat dalam komisi penilai AMDAL, dan jika DED disyahkan berarti cacat, karena menurut fakta dilapangan kira-kira masih 6 lokasi sonder dan burring belum terlaksana khusus didaerah tirto agung dan klentengsari.
Kalau dicermati lebih dalam lagi banyak eraturan yang dilanggar disamping PERDA yaitu UU no. 5 Thn 90) pasal 9 ayat 1 menyebutkan “setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam yaitu hutan konservasi. Di Jateng data menyebutkan bahwa hutan yang tersedia tinggal 19%, idealnya 30%. Berarti jika terkena proyek tol adanya pengurangan drastis lahan konservasi. Banjir siap menanti tiap musim, siapa yang bertanggungjawab? Untung atau buntung? Banjir bandang Kota Semarang siqap menerjang!
Pihak terkait rencana tol hendaknya memperhatikan lebih jernih berbagai masukkan dari pakar maupun masyarakat. Seperti pakar dari UNDIP Sudharto P Hadi mengatakan bahwa, masih adanya pertentangan dikalangan masyarakat mengenai masalah lahan yang akan dilewati tol, tidak seharusnya AMDAL disyahkan, tambahnya fungsi hutan jika tidak diperhatikan, itu bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat.
Drs. Djoko Setijowarno, MT pakar dari UNIKA Soegiyopranoto mengusulkan agar pemerintah mulai memikirkan jalan tol diatas jalan raya yang sudah ada, tambahnya kontruksi mirip jalan laying sudah dikembangkan di Thailand, penggunaan lahan pertanian atau hutan menimbulkan efek ganda, biaya kontruksi jalan tol mirip jalan laying memang lebih mahan, tetapi secara ekonomis keseluruhan biaya lebih rendah (Suara Merdeka 13 Desember 2005).

Read More......

PERNYATAAN SIKAP WARGA PEDALANGAN

Masyarakat tidak dilibatkan dalam penyusunan AMDAL, melanggar Perda No. 5 Tahun 2004 dan No. 12 Tahun 2004 (Masih berlaku 2000-2010),

PERNYATAAN SIKAP
WARGA PEDALANGAN KEC. BANYUMANIK SMG
TERKAIT RENCANA PEMBANGUNAN JALAN TOL SMG-SOLO


1. Warga dan atau FKJT konsisten tetap menolak rencana tol Semarang-Solo yang melewati Tirto Agung dan atau Pedalangan dikarenakan tidak berdasarkan aturan yang berlaku dan atau telah melanggar Peraturan: Masyarakat tidak dilibatkan dalam penyusunan AMDAL, melanggar Perda No. 5 Tahun 2004 dan No. 12 Tahun 2004 (Masih berlaku 2000-2010), Peraturan tentang Lingkungan Hidup dan Hak Asasi Manusia (HAM).
2. Menuntut dan atau menghimbau pada Instansi berwenang dan atau Instansi terkait untuk mencabut pembekuan mutasi tanah koridor 500M, dengan Alasan:
(1) Mengingat Tirto Agung dan atau Pedalangan jaraknya lebih dari koridor 500m dari rencana sesuai PERDA No. 12 Tahun 2004 berarti batal demi hukum lagi pula tidak ada aturan tentang jarak koridor, hal tersebut hanya pendapat subyektif dari pihak yang akan memaksakan kehendak yang melanggar Hak Asasi Manusia.
(2) Mengingat Daerah/Area/Wilayah Tirto Agung dan atau Pedalangan adalah area resapan air dan pemukiman serta sebagai bagian area paru-paru Kota Semarang.
(3) Bahwa Masyarakat terkait kepemilikan tanah dilindungi undang-undang dengan demikian berhak menentukan haknya untuk membangun dan menikmati berdasarkan peraturan yang berlaku. Dengan demikian jika tidak dicabut intruksi pembekuan tanah oleh Instansi terkait maka bertentangan dengan peraturan yang ada.
(4) Masyarakat khususnya Warga Tirto Agung dan atau Pedalangan mengalami trauma psikologis terkait hak kepemilikannya untuk mengembangkan lebih lanjut atas kepemilikan tanah untuk menentukan nasibnya yang dilindungi undang-undang.
3. Menuntut dan atau menghimbau pada Instansi berwenang dan atau Instansi terkait untuk menerbitkan surat keputusan (SK) bahwa Tirto Agung dan atau Pedalangan bebas terhadap Rencana Pembangunan tol Semarang-Solo sampai kapanpun dan mengumumkan dimedia cetak maupun elektronik serta mohon maaf kepada Masyarakat Tirto Agung dan atau Pedalangan khususnya dan umumnya Jawa Tengah.
4. Menuntut dan atau menghimbau kepada Instansi terkait dan atau Gubernur untuk mengevaluasi kinerja dan atau kompetensi para pejabat terkait Rencana Pembangunan Tol Semarang-Solo khususnya Bina Marga Jawa Tengah dan Jasa Marga Jawa Tengah serta Instansi lainya yang diduga telah memberi contoh tidak taat peraturan dan disinyalir cenderung berpotensi merusak lingkungan hidup dan atau memaksakan kehendak. dan atau tidak konsisten/mengada-ada atas pernyataanya yang tertuang di media masa.
5. Menuntut dan atau menghimbau kepada Instansi Penyelenggara Pemerintah untuk dapat menegakkan peraturan dan mentaatinya, mengingat Penyelenggara Pemerintah adalah contoh bagi Masyarakat, untuk itu kiranya perlu dipahami kembali amanat UUD Dasar 1945 serta Negara Republik yang tercinta ini adalah pinjaman anak cucu kita. Tidak hanya Warga yang taat peraturan, Pejabatpun harus taat peraturan.
Semarang, 12 Juni 2006

Read More......

KONTROVERSI PERUBAHAN RUTE TOL SS

Berlakunnya Undang-undang 26 tahun 2007 tentang tata ruang, akan memberikan palajaran yang berarti bagi Pemkot Semarang untuk

mengadakan perbaikan di berbagai sektor termasuk rencana tol Semarang-Solo. Salah satu tujuan yang direncanakan tol Semarang-Solo diharapkan dapat mengurangi kepadatan lalu lintas pusat kota/kabupaten dan memperpendek jarak tempuh sehingga dapat mempercepat pertumbuhan perekonomian. (sumber: Ringkasan AMDAL, Desember 2004). Jalan tol Semarang-Solo rencananya dibuat sepanjang 75,6 km dengan anggaran Rp 6,135 triliun (Suara Merdeka, 18 Agustus 2005).
Pembangunan tersebut akan dimulai Oktober 2005 dengan diawali pembebasan tanah Semarang-Bawen. Di wilayah Semarang terdapat 625 bidang tanah yang akan dibebaskan dengan luas sekitar 57,19 ha. Untuk pengadaan lahan tersebut Pemkot telah menyiapkan Rp 15 milyar. Selain biaya, pemkot juga membentuk Desk Tol Semarang-Solo yang bertugas membantu pengadaan tanah untuk jalan tol. Desk beranggotakan unsur Badan Pertanahan Nasional (BPN), kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Dinas Bina Marga Jateng, Asisten Tata Praja Setda Kota Semarang, Bagian Hukum, Bagian Umum, Kecamatan dan Kelurahan.
Antisipasi masuknya spekulan pun telah dirumuskan, unsurnya meliputi Badan Pertanahan Nasional (BPN) bersama Pemkab, Pemkot, camat, kepala desa dan PPAT akan membatasi bahkan tidak melayani transaksi atau jual beli tanah di kawasan yang telah ditetapkan sebagai lahan jalan tol termasuk memberikan sanksi kepada notaris yang memproses mutasi kepemilikan tanah. Bahkan Pak Sukawi (SM, 23 Agustus 2005) menegaskan bahwa pemerintah memiliki senjata pamungkas yaitu Perpres 36/2005.

Perubahan Rute Tol Semarang-Solo
Sosialisasi pembangunan jalan tol Semarang-Solo dilakukan hari Jumat tanggal 7 Oktober 2005 pukul 20.00 di Balai Kelurahan Pedalangan Kecamatan Banyumanik. Dalam sosialisasi tersebut disampaikan pula perubahan rute jalan tol Semarang-Solo dibanding dengan rute pada PERDA No. 12 Tahun 2004 (pada peta yang ditampilkan, rute lama berwarna merah dan rute baru berwarna hijau). Jika pada rute lama daerah Tirto Agung dan Klentengsari tidak terlewati tol, tidak demikian pada rute yang baru hal inilah yang membuat sosialisasi tersebut berjalan cukup ”panas”. Bahkan alasan perubahan rute tersebut semakin ”memanaskan” sesi dialog. Alasan tersebut beberapa diantaranya adalah: (1) Menurut Kasubid Pengembangan Kota, Ir. M. Farchan MT perubahan tersebut disebabkan persoalan teknis diantaranya rute lama melewati sumber air sehingga dibuat melengkung supaya sumber air tersebut tidak mati, selain itu rute lama baru dikaji secara makro; (2) Menurut Kepala Cabang Jasa Marga, David Wijayatno pada rute lama belokan akan terlalu dekat dengan gerbang tol Tembalang selain itu perumahan yang akan dilewati rute lama lebih banyak dari rute yang baru.
Penolakan Masyarakat atas Rute baru
Sekitar 150 warga dari lima kelurahan (Pedalangan, Kramas, Gedawang, Sumurboto, dan Padangsari) yang hadir langsung bereaksi keras terhadap perubahan rute tol dan dengan tegas menyatakan penolakan atas rute tol yang baru. Alasan penolakan tersebut yang pertama mengacu pada PERDA No. 12 tahun 2004 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kota Semarang, Bagian wilayah Kota VII (Kecamatan Banyumanik) tahun 2000-2010. PERDA yang ditandatangani Walikota Semarang, H. Sukawi Sutarip tersebut ditetapkan tanggal 7 Juni 2004. Kupasan penolakan berdasar PERDA tersebut termuat pada Bab XI pasal 51 dimana Buku Rencana dan Album Peta dalam lampiran II dan III merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari PERDA ini, yang artinya rute lama yang terdapat pada Album Peta mempunyai kekuatan hukum. Pada Bab V pasal 41 disebutkan bahwa ”Semua program, kegiatan atau proyek yang diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah, swasta dan masyarakat luas yang berhubungan dengan tata ruang harus mengacu pada RDTRK. Menilik dari jangka waktu RDTRK berlaku 10 tahun, sehingga RDTRK tersebut masih berlaku hingga 2010 apalagi telah direvisi dan ditetapkan Juni 2004. Artinya alasan yang menyatakan rute lama baru dikaji secara makro gugur. Alasan tersebut secara tidak langsung menuding Dewan Perwakilan Daerah Kota Semarang dan Walikota Semarang telah gegabah menyetujui dan menandatangani PERDA yang baru direvisi 17 bulan yang lalu (terhitung sejak ditetapkan hingga sosialisasi 7/10/2005). Sangat tidak mungkin rute yang baru dikaji secara makro diundangkan pada PERDA yang dibuat dengan menghabiskan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Bila dikaji lebih cermat pematokan rute baru yang dilakukan PT. Virama Karya pada hari Minggu tanggal 28 Agustus 2005 di daerah Tirto Agung yang tanpa dihadiri camat dan lurah sudah merupakan pelanggaran terhadap PERDA No. 12 tahun 2004 dan dapat dikenakan pasal 50. Hal tersebut diakui Kepala Dinas Bina Marga Jateng Ir. Danang Atmodjo MT sebagai akibat misscommunication yang dikarenakan keterlibatan PEMKOT Semarang dalam penyertaan modal proyek tol ini merupakan hal yang baru (wawancara oleh PRO TV tanggal: 9/9/2005).
Alasan yang menyebutkan pada rute lama terdapat sumber air yang masih dipakai juga perlu dipertanyakan. Dalam hal ini masyarakat menuntut transparansi untuk ditunjukkan dengan tepat posisi sumber air tersebut dan dibuktikan. Informasi dari masyarakat Tirto Agung justru daerah mereka memiliki sumber air yang bagus dan terdapat beberapa sendang di sepanjang jalan Tirto Agung, sesuai dengan namanya Tirto yang berarti air dan Agung yang berarti besar. Pembuatan sumurpun tidak perlu dalam cukup antara 8-9 meter saja (bisa dibuktikan dengan survey langsung).
Alasan adanya banyak perumahan yang dilewati rute lama merupakan alasan yang ”aneh” mengingat penetapan rute tersebut juga melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN), kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta kecamatan dan kelurahan dan sangat tidak mungkin rute yang telah di PERDA kan ditetapkan tanpa melalui pertimbangan yang matang. Bila wilayah tersebut termasuk pemukiman padat, mengapa rute lama diundangkan dalam PERDA? Dan bila rute lama saat diundangkan belum sepadat sekarang, justru pertanyaannya mengapa bisa terjadi padat? Bukankah seharusnya wilayah yang telah ditetapkan dilewati jalan tol tidak diterbitkan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) sehingga tidak terjadi pemukiman padat di daerah yang akan dilewati tol. Sementara pada rute baru rumah di daerah tersebut mempunyai IMB dan sebagian merupakan rumah yang baru dibangun berkisar awal 2004 dan ditempati awal 2005. Hal ini menandakan ketidakkonsitenan PEMKOT dalam penetapan rute dan pemberian IMB atas wilayah yang terkena tol serta ketidakadilan atas pengalihan rute, dipertanyakan juga bagaimana manajemen PEMKOT dengan instansi terkait.
Alasan yang menyebutkan rute lama terlalu dekat dengan tol justru membuat kening masyarakat semakin berkerut. Bila DPRD kota Semarang dan Walikota Semarang mendengar alasan tersebut bisa dipastikan tersinggung karena secara tidak langsung diragukan kinerjanya. Masalah dekatnya gerbang tol Tembalang dengan rute lama bisa disiasati dengan menggeser gerbang tol. Biaya untuk itu tidak sebesar biaya perubahan rute yang mencakup: biaya pembuatan PERDA, AMDAL, dan sosialisasi. Apalagi dengan adanya rute baru maka anggaran yang ditetapkan untuk pembebasan lahan menjadi membengkak karena rutenya berkelok-kelok. Terkesan alasan yang disampaikan hanya melihat kepentingan sepihak yang tidak mau repot mengatasi masalah teknis.
Argumen Bapedalda (disampaikan pada sosialisasi di Balai Kelurahan Pedalangan tanggal 7 Oktober 2005) menyatakan bahwa rute baru pernah disosialisasikan warga Pedalangan pada tanggal 28 September 2004 langsung dibantah keras oleh warga yang hadir. Bila begitu lalu siapa saja yang hadir pada sosialisasi tersebut? Apakah benar pada tanggal 28 September 2004 yang disosialisasikan adalah rute baru? Pada forum saat itu tak terdapat jawaban yang memuaskan atas pertanyaan tersebut. Hanya disebutkan oleh Asisten I Bidang Tata Praja Pemkot Semarang, Soemarmo HS penjelasan secara teknis tidak dapat dijabarkan secara keseluruhan pada saat itu, sehingga akan diselenggarakan diskusi kecil bagi warga yang terkena jalan tol. Lalu sosialisasi hari itu untuk apa? bila masih menyisakan pertanyaan.
Menurut Yovita Indrayati, dosen UNIKA Soegijapranata, dalam diskusi di LEMLIT tanggal 14 September 2005, bahwa Keputusan Persetujuan atas Dokumen AMDAL bersifat konkrit, individual, final. Artinya begitu AMDAL terbit maka izin kegiatan, baru dikeluarkan. Sementara sekarang terdapat perubahan rute tentu harus didukung AMDAL baru dan izin yang diberikan atas AMDAL untuk rute lama dicabut. Keterlibatan masyarakat dalam penyusunan AMDAL juga dipertanyakan dalam forum tersebut. Seharusnya masyarakat dilibatkan dalam proses AMDAL seperti bagan terlampir. Apabila AMDAL yang dibuat cacat hukum maka warga berhak mengajukan gugatan kepada tanggung gugat yaitu: pemrakarsa, konsultan, penilai, pengambil keputusan.
Dalam sosialisasi tersebut tersirat dari para pembicara, tidak menutup kemungkinan bahwa mereka menerima solusi dari warga melalui Desk Pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo melalui nomor 3513366 pesawat 1292. Menyikapi hal tersebut koordinator Forum Komunikasi Jalan Tol (FKJT), Didik menyatakan bahwa pihaknya pernah melayangkan surat aspirasi warga kepada Presiden, Mendagri, Mentri P.U, Gubernur JATENG, Walikota Semarang, DPRD Tk. I Propinsi Jateng, DPRD Tk. II Kota Semarang dan Bina Marga. Selain itu FKJT bersedia mengadakan audiensi untuk presentasi mengenai jalan tol Semarang-Solo.
Seperti yang telah diuraikan di awal penulisan ini di wilayah Semarang terdapat 625 bidang tanah yang akan dibebaskan dengan luas sekitar 57,19 ha. Untuk pengadaan lahan tersebut Pemkot telah menyiapkan Rp 15 milyar. Bisakah secara kasar dihitung berapa kira-kira uang kompensasi yang akan diterima masyarakat per meter persegi dengan dana yang telah disiapkan. Cukupkah? Mengingat harga pasar lahan di Tirto Agung dan Klentengsari berkisar 700 ribu-1,2 juta per meternya, belum bangunan dan tanamannya. Alih-alih bukan penggantian secara wajar yang akan diterima namun ganti rugi sekali. Apalagi keberadaan rumah merupakan salah satu kebutuhan primer dengan kondisi ekonomi serba sulit setelah naiknya BBM.
Mengenai senjata pamungkas, mohon diingat bahwa warga yang terkena dampak jalan tol Semarang-Solo merupakan warga Semarang yang legal sehingga penolakan mereka merupakan wujud hak asasi mereka atas pemilikan lahan. Sementara Perpres 36/2005 hanya dibatasi untuk kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki pemerintah serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan. Jalan tol bisa dikatakan bukan untuk kepentingan umum karena tidak semua unsur dapat menggunakannya, dan hanya dapat dilalui oleh kendaraan beroda 4 atau lebih. Dan untuk melewati jalan tol terdapat tarif yang harus dibayar dan bukannya gratis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembangunan jalan tol merupakan kegiatan profit dan bukan untuk kepentingan umum.

Solusi
Dengan anggapan bahwa tak ada permasalahan yang tak dapat diselesaikan. Pembangunan tol saat ini membutuhkan dana yang tidak sedikit terutama setelah naiknya BBM yang mengakibatkan harga materialpun meningkat. Saat ini merupakan saat yang belum tepat untuk melanjutkan proyek tol Semarang-Solo, tunggulah hingga dana terkumpul cukup dan ada investor dengan kekuatan modal yang mencukupi.
Minimize dana dapat dilakukan dengan melanjutkan proyek tol Semarang-Solo sesuai dengan rute yang telah ditetapkan dalam PERDA no. 12 tahun 2004. Dengan rute yang lama maka tak perlu lagi keluar biaya untuk membuat AMDAL baru, ataupun PERDA baru untuk melegalkan rute tersebut bahkan tak perlu lagi ada biaya sosialisasi atas perubahan rute baru. Proyek tol Semarang-Solo bukan proyek yang kecil dan membutuhkan biaya yang sangat besar sehingga perlu direncanakan secara matang. Bila masih terdapat perubahan rute dan baru diketahui warga jumat 7 Oktober 2005, maka sifat final dari AMDAL tersebut akan menjadi pertanyaan. Ada baiknya sebelum dimulai proyek tersebut mohon dikaji ulang secara matang sehingga apabila ada pertanyaan dari masyarakat dapat dipertanggungjawabkan dan bukannya alasan baru dikaji secara makro.
Beban APBN yang berat mengakibatkan pemerintah harus mengurangi subsidi BBM. Dengan kondisi demikian masihkah Pemprov ingin membuat PT. Sarana Pembangunan Jateng? Apakah nanti tidak memberati APBD? Siapa yang akan menggaji karyawan PT. Sarana Pembangunan Jateng? Siapa yang akan bekerja pada PT. Sarana Pembangunan Jateng? Bagaimana pengaturan saham dan pembagiannya? Darimana modal yang akan disertakan? Rencanakan dengan baik dan bersih serta jangan beri kesempatan KKN tumbuh di PT. tersebut. Jika tak sanggup batalkan saja rencana pendirian PT Sarana Pembangunan Jateng.
Solusi yang terakhir adalah jangan menawarkan saham atas penggantian pembebasan lahan, berapapun prosentasenya. Gantilah lahan pada rute lama sewajarnya dengan kata lain tidak menurunkan tingkat ekonomi warga yang terkena dampak tol. Bila belum mampu tunda dulu proyek tersebut.
Alternatif lain untuk memperpendek dan mempercepat pertumbuhan ekonomi dapat juga dilakukan dengan memperlebar dan memperbaiki jalan yang menjadi biang macet seperti pada ruas jalan depan ADA Banyumanik, Pasar Ungaran, daerah Tuntang, Kartosuro dll. Dengan demikian tujuan pemerintah tercapai dengan anggaran yang ada tanpa mengorbankan hak warga. Selain itu biaya pelebaran dan perbaikan jalan jauh lebih murah dibanding pembuatan tol.
Last but not least adalah dengan menghidupkan transportasi hemat energi yaitu ”Kereta Api” cara yang pamungkas supaya tujuan pemerintah untuk mengurangi kepadatan lalu lintas pusat kota/kabupaten dengan memperpendek jarak tempuh sehingga dapat mempercepat pertumbuhan perekonomian tetap tercapai. Pembebasan lahan untuk Kereta Api tidak seluas pembebasan untuk jalan tol. sehingga dana yang akan dikeluarkan tidak sebesar proyek jalan tol. Pemeliharaan jalur kereta api dan rel tidak semahal jalan tol, maka BEP akan cepat terpenuhi. Semua lapisan masyarakat dapat menikmati transportasi alternatif yang hemat energi. Selain itu dengan adanya jalur Kereta Api yang dibuat melintasi tempat pariwisata maka akan memudahkan turis menjangkau tempat pariwisata Jateng sekaligus menghidupkan pariwisata Jawa Tengah. Dengan pariwisata yang berkembang maka pendapatan masyarakat sekitar tempat pariwisata tersebut terangkat perekonomiannya. Sementara itu para pengusaha makanan, restoran, SPBU tidak perlu lagi khawatir akan sepi karena jalur lalu lintas beralih ke jalan tol yang baru. Tentu saja hal ini tetap harus ditunjang dengan pemeliharaan jalan yang ada dan rambu-rambu lalu lintas yang memadai.. Selamat berkarya, harumkan dan bangun Kota Semarang tanpa mencoreng nama baik sendiri.

LAMPIRAN

BAGAN
PROSEDUR KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PROSES AMDAL

Masyarakat
Berkepentingan Instansi yang
Bertanggungjawab Pemrakarsa







































Sumber: Keputusan KA- BAPEDAL Nomor 08 tahun 2000

Read More......

Tol Semarang-Solo Ancaman bagi Petani

Selama ini petani selalu dikorbankan kalau ada kegiatan pembangunan. Nanti di Jawa Tengah akan ada pembangunan jalan tol. Banyak sawah yang akan tergusur. Dengan Perpres Nomor 36

Tahun 2005, pemerintah semakin mudah menggusur sawah kami untuk membangun jalan tol,” kata Nur Eko, koordinator petani yang tergabung dalam Ortaja, organisasi petani Jawa Tengah.
Kegalauan para petani yang disampaikan Nur Eko dalam aksi demo sekitar 5.000 orang di depan Kantor Badan Pertanahan Nasional Wilayah Jawa Tengah, Semarang, pertengahan Juni 2005, bukannya tanpa alasan. Untuk pembangunan jalan tol Semarang-Solo sepanjang 80 kilometer, akan ada lahan seluas 413 hektar yang dibebaskan yang sebagian besar adalah sawah atau lahan pertanian.
Jalan tol Semarang-Solo akan dibangun per lajurnya selebar 3,6 meter, bahu luar jalan selebar tiga meter, bahu dalam 1,5 meter, dan lebar median 5,5 meter. Dengan spesifikasi ini, lebar jalan tol Semarang-Solo minimal mencapai 40 meter.
Kepala Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah Danang Atmodjo meyakinkan pembebasan lahan untuk membangun jalan tol Semarang-Solo tidak akan merugikan masyarakat. ”Dalam Perpres Nomor 36 Tahun 2005, pembebasan lahan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum mengacu pada harga pasar,” kata Danang.
Ia belum bisa menjelaskan berapa patokan harga pasar untuk pembebasan lahan yang terkena proyek jalan tol Semarang-Solo. Hal ini, katanya, akan dibahas oleh tim khusus: kelompok kerja tanah. Meski pembangunan tol Semarang-Solo direncanakan dimulai akhir tahun 2005, katanya, sampai saat ini belum ada sosialisasi mengenai itu kepada masyarakat yang lahannya bakal terkena proyek.
”Sosialisasi rute jalan tol memang belum dilakukan, ini untuk mencegah praktik spekulasi tanah. Sosialisasi akan dilakukan akhir tahun 2005. Kami mohon dukungan warga untuk membantu pembangunan jalan tol ini karena ini untuk kepentingan kita semua,” kata Danang.
Kepala Laboratorium Transportasi Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Djoko Setijowarno mempertanyakan tujuan pembangunan tol untuk kepentingan masyarakat. ”Masyarakat yang mana karena dalam sejarah selama ini tidak ada masyarakat sekitar jalan tol yang menjadi sejahtera setelah wilayah mereka dilewati jalan tol. Yang ada juga tanah mereka menjadi berkurang karena tergusur untuk pembangunan jalan tol,” kata Djoko.
Soal Peraturan Presiden (Perpres) No 36/2005, kata Djoko, jelas tujuannya bukan untuk kepentingan umum, melainkan lebih untuk kepentingan bisnis. Seperti pembangunan jalan tol, lebih untuk memperlancar bisnis atau kegiatan ekonomi sekelompok orang atau golongan daripada masyarakat, terutama masyarakat yang lahannya tergusur.
Pengalaman selama ini, setiap kali pemerintah membangun, masyarakat diminta partisipasinya dengan merelakan tanahnya terkena proyek. Masyarakat, terutama petani, tidak pernah diuntungkan jika ada proyek-proyek seperti itu meski proyek itu dalam skala besar. Tetap saja masyarakat mendapat ”ganti rugi”, bukan ”ganti untung”.
Selain itu, masyarakat juga tidak pernah merasakan manfaat dari adanya proyek-proyek tersebut. Mereka tidak bisa menikmati proyek tersebut dalam arti sesungguhnya, mendapatkan keuntungan atau kemudahan karena proyek tersebut. Mungkin satu-satunya ”keuntungan” mereka adalah dapat menikmati (baca: melihat) wujud proyek-proyek tersebut yang biasanya identik dengan modernisasi atau kemajuan teknologi.
Era reformasi sempat memberikan harapan bagi masyarakat, setidaknya pemerintah tidak bisa lagi ”sewenang-wenang” menggusur warganya atas nama pembangunan. Namun, Perpres No 36/2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum memupus harapan bahwa hak rakyat akan diperhatikan.
Atas nama kepentingan umum, negara dapat mencabut hak atas tanah milik seseorang atau institusi. Artinya, pemerintah atau pemerintah daerah dapat menggunakan Perpres No 36/2005 untuk ”mengegolkan” rencana pembangunan yang telah disusun meski ada penolakan dari masyarakat. Dan ini telah digunakan oleh Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso untuk melancarkan proyek pembangunan jalan tol.
Karena itu sekitar 5.000 petani yang tergabung dalam Ortaja dalam aksinya medio Juni 2005 di Semarang menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencabut Perpres No 36/2005 karena dinilai merupakan simbol penindasan pada petani. Bagi petani, perpres itu bukan hanya masalah ganti rugi, tetapi juga masalah keberlanjutan kehidupan mereka.
”Katanya Indonesia ini negara agraris, tetapi mengapa kami para petani ini selalu terancam. Kami selalu dikalahkan dalam setiap kegiatan pembangunan, tetapi di sisi lain kami dituntut untuk berproduksi banyak. Kalau sawah kami digusur, bagaimana kami menanam padi, bagaimana hidup kami sekeluarga,” kata seorang petani dalam orasinya.
Nur Eko menegaskan, dengan adanya Perpres No 36/2005, petani akan dirugikan karena dalam sejarah tidak pernah ada pembebasan lahan untuk pembangunan yang menguntungkan pemilik lahan. Karena itu, jika presiden masih memihak kepada kepentingan rakyat, maka perpres itu harus segera dicabut.
Tjahyono Rahardjo dari Program Magister Lingkungan Perkotaan Unika Soegijapranata Semarang mendukung permintaan para petani agar presiden mencabut Perpres No 36/2005. Namun, pencabutan perpres saja tidak cukup, pemerintah harus meratifikasi International Covenant on Economic, Social, and Cultural Right (ICESCR) tahun 1966.
”Dari sedikit negara yang belum meratifikasi, Indonesia termasuk di dalamnya. Jika Indonesia meratifikasi ICESCR, terbitnya Perpres No 36/2005 pasti akan mendapat reaksi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ini tidak sekadar hak masyarakat untuk mempertahankan tanahnya, tetapi juga menyangkut hak masyarakat untuk mendapatkan rumah yang layak,” kata Tjahyono. (YOVITA ARIKA)


Read More......

KEPENTINGAN DIBALIK PEMBANGUNAN JALAN TOL SEMARANG SOLO

Pembangunan disegala bidang merupakan tanggungjawab bersama. Berbagai elemen di masyarakat mempunyai kepentingan dalam Pra-Proses-Pasca pembangunan, mengingat bahwa pembangunan pada akhirnya diperuntukkan untuk

manusia, baik generasi sekarang maupun generasi yang akan datang tentunya adanya keseimbangan alam dan lingkungan. Dengan demikian dalam konteks tersebut diperlukan motivator, dinamisator, mediator bahkan katalisator dari bebagai pihak.
Jalan tol identik dengan kecepatan, kelancaran, dan kemulusan sarana dan prasarana bagi kendaraan yang lewat diatasnya. Berbeda dengan jalan biasa, jalan tol memiliki keistimewaan karena yang bisa melalui hanya kendaraan yang mau memperoleh kemudahan dengan membayar tarif tertentu. Tak mengherankan, istilah jalan tol kemudian dipergunakan sebagai asosiasi atau padanan kemudahan urusan di berbagai bidang. Dalam urusan bisnis atau urusan birokrasi, misalnya. Orang yang memperoleh cara mudah menyelesaikan urusan disaat orang lain tak bisa menikmatinya, tak segan-segan berkomentar karena melalui pintu tol.
Pemerintah pusat khususnya kementrian PU sedang menggalakkan pembangunan tol Trans Jawa termasuk didalamnya adalah tol Semarang Solo (SS). Menarik kirannya untuk di simak dan disikapi berbagai kepentingan yang muncul dan potensial dalam pembangunan tersebut.
Pembangunan jalan tol Semarang Solo konon merupakan pembangunan yang melibatkan unsur Propinsi, Kota dan Kabupaten yang wilayahnya dilalui oleh rute sebagai investor dan menjadikan suatu “Kewajiban” untuk andil menanamkan saham dalam tol SS tersebut (SM 3 Oktober 2005). Hal inilah yang membedakan pembangunan tol yang sudah ada dengan tol SS. Yang menjadi pertanyaan adalah apa tepat dan dibenarkan PEMDA investasi dijalan tol. Sebagai catatan bahwa BEP dari to SS adalah 40 Tahun (Dokumen Amdal SS).
Perpres 35 tahun 2005 dan/atau Perpres 65 tanun 2006 jalan tol dikategorikan kepentingan umum, walaupun jelas2 bertentangan dan/atau ada perbedaan pengertian menurut Kepres No. 55 tahun 1993 bahwa kepentingan umum adalah kegiatan yang dilakukan Pemerintah, dimiliki Pemerintah dan tidak digunakan untuk mencari keuntungan. Pertanyaannya sekarang adalah kepentingan umum yang bagimana yang dimaksudkan dan/atau dikategorikan dalam definisi menurut Perpres 65 tersebut. Berbagai tanggapan pro dan kontra dalam mendefinisikan makna tersebut sejak Perpres diwacanakan, disetujui dan sampai sekarang.
Berdasarkan status tol dikategorikan sebagai kepentingan umum berarti adanya pembangunan tol, semuannya mempunyai “kepentingan”, persoalannya adalah kepentingan yang bagaimana yang bisa diakomodir didalamnya, seberapa besar keuntungan yang didapatkan, bagaimana prosentase manfaatnya. Pertanyaanya adalah apakah semua konsisten dan komitmen dengan peraturan yang ada, baik secara filosofis, normatif dan imlplementasi. Fakta berbicara bahwa pembangunan hanya sebatas mengakomodir pada kepentingan pasar, kepentingan politik, kepentingan ekonomi, pemilik modal dan kekuasaan. Hal tersebut dapat dibuktikan adannya peraturan yang tidak konsisten dalam pelaksanaan dilapangan.

Siapa yang berkepentingan dibalik Pembangunan Jalan Tol Semarang Solo:

Masyarakat
Masyarakat mempunyai kepentingan dalam pembangunan tol Semarang Solo, hal tersebut ada pada UUD 1945 amandemen 4, Keppres No. 55 th 1993, UU No. 26 th 2007, UU RI No. 23 th 1997, PP RI No. 27 th 1999,Kep. Bapedal No. 8 dan 9 th 2000, UU No. 38 th 2004, UU No. 31 th 1999, PERDA, Perpres 65 th 2006, Kep. BPN No. 3 th 2007. Dengan catatan jika semua konsisten dan komitmen terhadap peraturan tersebut, maka masyarakat akan diuntungkan, namun fakta berbicara lain.

Pemrakarsa dan/atau Pemerintah dan/atau P2T,
Sebaik apapun peraturan dibuat, jika tidak dijalankan dengan sebagimana amanatnya maka akan menimbulkan masalah. Pemarakasa lebih mengedepankan aspek kekuasaan, politik, ekonomi dengan mengabaikan aspek sosial, lingkungan. Fakta dilapangan, PEMDA justru menjadi “broker tanah” dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, keuntungan yang didapat akhirnya akan dimasukkan dalam kepemilikan saham, begitu juga Pejabat mendapat Return Fee dari kontraktor. Ujung-ujungnya pemilik lahanlah yang dirugikan dan masyarakat diluar ROW akan seumur-umur dirugikan, apalagi jika sepanjang rute tol di pagari, dengan tidak di imbangi pembangunan yang berwawasan lingkungan. Mestinya adanya perubahan paradigma para pemegang kekuasaan: bahwa jalan tol bukanlah satu-satunya mengatasi kemacetan dan mensejahterakan masyarakat, tetapi salah satu variabel yang dapat mengatasi kemacetan.

Perusahaan otomotif,
Dengan adanya jalan tol yang diuntungkan adalah perusahaan otomotif. Perusahaan otomotif akan berkembang pesat dengan adannya jalan tol. Meningkatnya permintaan dari konsumen membeli dan menggunakan kendaraan pribadi, mengingat akses jalan “bebas hambatan” tersedia, masyarakat enggan menggunakan angkutan umum, apalagi angkutan umum konon tidak layak.

Investor,
Investor merupakan pihak yang berkepentingan dan diuntungkan, mengingat tidak ada tanggungjawab atas kerusakan lingkungan, mereka berfikir kapan modal kembali, seberapa besar keuntungan didapat. Walaupun pernah dikatakan oleh Direktur Jasa Marga Syarifudin Alambai (Kompas, 11 Agustus 2005) bahwa investasi dijalan tol merupakan bisnis resiko tinggi, mengingat ada aturan yang menyebutkan bahwa kelak di kemudian hari investor gagal membangun dan mengelola jalan tol, pemerintah akan mengambil semua aset tol, beban utangnya tetap tanggungjawab investor. Begitu juga bank tidak berani mengucurkan kredit, apabila kredit macet tidak ada yang dapat diandalkan untuk menyelesaikan hutang, apalagi aset tol yang dijadikan agunan diambil pemerintah. Dikatakan oleh Soemaryanto Widayatin, staf ahli Menteri PU masalah penghambat investasi: penjaminan resiko yang tidak jelas, peraturan perundang-undangan yang belum memenuhi standar terbaik internasional, dan kelayakan finansial proyek yang buruk.

Konsultan/Kontraktor
Menurut Bambang Kusumanto (kompas 24 Agustus 2005), konsultan dalam mengerjakan tol per kilometernya 30-40 milyar untuk dua jalur diluar harga lahan. Namun sekarang diperkiran 50 Milyar diluar harga lahan menurut Ir. Djoko Setijowarno, MT. Keuntungan yang besar yang memicu para kontraktor untuk berebut tender mengerjakan jalan tol.

Read More......

KUTIPAN KEPUTUSAN WARGA TIRTO AGUNG DAN KLENTENGSARI

PENOLAKKAN RUTE TOL SEMARANG SOLO MELALUI TIRTO AGUNG DAN KLENTENGSARI KEL. PEDALANGAN KEC. BANYUMANIK
KOTA SEMARANG

KUTIPAN KEPUTUSAN
WARGA SEPANJANG RUTE TOL SEMARANG SOLO
KHUSUS WARGA SEPANJANG RUTE YANG DILEWATKAN KARENA MELANGGAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN REPUBLIK INDONESIA
Nomor : 001/Kep-Warga/III/2008

Tentang:


PENOLAKKAN RUTE TOL SEMARANG SOLO MELALUI TIRTO AGUNG DAN KLENTENGSARI KEL. PEDALANGAN KEC. BANYUMANIK
KOTA SEMARANG

Menimbang:

dst

Mengingat:

dst

Memperhatikan:

1. Musyawarah Warga tertangal 29 Agustus 2005 tentang pembentukan wakil warga dan keputusan penolakkan warga atas rute tol Semarang Solo yang melewati Tirto Agung dan Klentengsari Kelurahan Pedalangan Banyumanik Semarang
2. Musyawarah warga tertangal 18 Nopember 2007 tentang penegasan kembali penolakan rute tol Semarang Solo yang melewati Tirto Agung dan Klentengsari Kelurahan Pedalangan Banyumanik Semarang
3. Musyawarah warga tertangal 19 Februari 2008 tentang penegasan kembali penolakan rute tol Semarang Solo yang melewati Tirto Agung dan Klentengsari Kelurahan Pedalangan Banyumanik Semarang
4. Surat dari Komisi Ombudsman Nasional (KON) Jateng-DIY
5. Surat dari Sekretariat Kabinet Republik Indonesia
6. Surat dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia
7. Surat dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia
8. Surat dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) Republik Indonesia
9. Surat dari Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia
10. Surat dari Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
11. Surat dari Menteri Kehutanan Republik Indonesia
12. Surat dari Menteri Pertanian Republik Indonesia
13. Surat dari BPK Republik Indonesia

Memutuskan:

Menetapkan:

Pertama:
Menolak dengan tegas rute tol Semarang Solo yang melewati Tirto Agung dan Klentengsari Kelurahan Pedalangan Banyumanik Semarang, karena melanggar berbagai peraturan perundang-undangan Republik Indonesia
Kedua:
Kepada Pemerintah dan/atau Pemrakarsa Tol Semarang Solo untuk menghentikan segala aktifitas kegiatan tersebut di wilayah Tirto Agung dan Klentengsari Kelurahan Pedalangan Banyumanik Semarang
Ketiga :
Kepada Pemerintah dan/atau Pemrakarsa Tol Semarang Solo untuk mengembalikan rute tol Semarang Solo sebagaimana amanat pada peraturan yang masih berlaku
Keempat:
Kepada Instansi terkait untuk menganalisis, menindaklanjuti serta menentukan sikap atas pelanggaran tersebut berdasarkan kewenangan masing-masing, selanjutnya meneruskan hasil investigasinya kepada pihak berwajib dan melaporkan kepada Instansi diatasnya untuk menindak oknum yang dengan sengaja menodai tatanan hukum Negara Republik Indonesia serta tidak mengedepankan pada pelayanan publik yang bertanggungjawab.
Kelima :
Kepada Pemerintah dan/Pihak yang berwajib untuk menindak dengan tegas Pemrakarsa tol Semarang Solo atas pelanggaran dan/atau telah membuat resah masyarakat Tirto Agung dan Klentengsari berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan terkait Rencana proyek Tol Semarang Solo
Keenam :
Kepada Instansi dan/atau lembaga swadaya masyarakat yang ada di Negara Republik Indonesia dan/atau lembaga yang domisili di Luar Negeri Indonesia, baik Negeri maupun swasta dan/atau pemerhati terhadap penegakkan hukum, untuk berperan aktif baik sendiri-sendiri maupun kolektif untuk mengadakan investigasi serta mendorong penegakkan hukum sebagaimana peraturan yang masih berlaku terhadap perencanaan tol Semarang Solo. Mengawasi proyek tol Semarang Solo dari para penguasa yang akan menyelewengkan wewenangnya serta melaporkan kepada Instansi terkait untuk berani menindak dengan tegas.
Ketujuh :
Keputusan ini mutlak berlaku sejak diputuskan oleh Warga/Rakyat mengingat, bahwa kekuasaan ditangan rakyat dan lampiran surat keputusan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan serta merupakan satu kesatuan.

Ditetapkan di : Semarang
Pada Tanggal : 9 Maret 2008
Tembusan disampaikan kepada :
1. Yth. Presiden Republik Indonesia
2. Yth. DPR RI Di Jakarta
3. Yth. Menteri Dalam Negeri RI
4. Yth. Menteri Pekerjaan Umum RI
5. Yth. Menteri Pertanian RI
6. Yth. Menteri Kehutanan RI
7. Yth. Menteri Lingkungan Hidup RI
8. Yth. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
9. Yth. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS-HAM)
10. Yth. Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT)
11. Yth. Komisi Ombudsman Nasional Perwakilan Jogjakarta-Jateng
12. Yth. Prof. Dr.H. Amin Rais
13. Yth. KH. Abdurrahman Wahid
14. Yth Pakar Transportasi UNIKA Soegiyopranoto Semarang
15. Yth. Pengurus Wilayah NU Jawa Tengah
16. Yth. Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah
17. Yth. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Jawa Tengah
18. Yth. Pimpinan DPW Partai Demokrat Jawa Tengah
19. Yth. Pimpinan DPW Golkar Jawa Tengah
20. Yth. Pimpinan DPW PPP Jawa Tengah
21. Yth. Pimpinan DPW PDI Perjuangan Jawa Tengah
22. Yth. Pimpinan DPW PKS Jawa Tengah
23. Yth. Pimpinan DPW Partai Hanura Jawa Tengah
24. Yth. Pimpnan DPW Partai Amanat Nasional Jawa Tengah
25. Yth. Wartawan media cetak dan elektronik
26. Arsip

Read More......

Klarifikasi surat PO. BOX-SMS 9949 tertanggal 22 Februari 2008

Berdasarkan balasan surat Bapak Presiden Republik Indonesia melalui Staf khusus Presiden selaku pengelola PO BOX 9949 tertangal 22 Februari 2008(terlampir), atas keluhan kami warga masyarakat Tirto Agung dan Klentengsari terkait perlakuan kesewenang-wenangan dari Pemerintah Daerah dalam hal pelanggaran hukum yang mereka lakukan terhadap warga yang taat hukum, warga yang membutuhkan perlindungan hukum dari Pemerintah Pusat dan mohon penindakan oknum Pemerintah Daerah

oleh Pemerintah Pusat, kirannya surat tersebut salah alamat dan tidak menunjukkan Negarawan yang baik, jika himbauan tersebut ditujukan ke warga masyarakat Tirto Agung dan Klentengsari.

Mestinya yang di tegur bukannya warga masyarakat akan tetapi Pemerintah Daerah oleh Pemerintah Pusat, walaupun sudah ada otonomi daerah, namun tidak kemudian lepas tangungjawab dan lempar tanggungjawab serta kami sangat menyesalkan pernyataan sikap tersebut sebagaimana tercantum dalam isi surat Bapak Presiden tertanggal 22 Februari 2008.

Demkian, atas perhatian dan perkenannya kami sampaikan terima kasih, dengan berdoa semoga nasionalisme tidak sebatas wacana, jargon dan isapan jempol belaka atau sebatas untuk kampanye saja.

Semarang, 9 Maret 2008

Read More......

Surat Kepada Calon Gubernur Jawa Tengah

Seiring berjalannya waktu terhitung mulai tahun 2004, sejak di wacanakannya Perencanaan Pembangunan Jalan Tol Semarang Solo oleh Pemerintah, khususnya Propinsi Jawa Tengah. Bersama itu pula sampai sekarang Warga Tirto Agung dan Klentengsari yang tergabung dalam FKJT, tetap berjuang untuk menuntut haknya yang dilindungi oleh undang-undang atas Perencanaan Pembangunan Jalan Tol Semarang Solo oleh Pemerintah, yang jelas-jelas melanggar berbagai peraturan yang masih berlaku dan/atau tidak

konsistennya Pemerintah Daerah dalam mengawal berlakunya peraturan tersebut sebagaimana mestinnya, sehingga oleh karenannya rute dialihkan melalui Tirto Agung dan Klentengsari yang bertentangan dan /atau melanggar dan/atau tidak konsisten dan/atau telah diabaikannya:
1. PERDA Nomor 21 tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Jawa Tengah;
2. PERDA Nomor 22 tahun 2003 tentang Kawasan Lindung Propinsi Jawa Tengah;
3. PERDA Nomor 5 dan 12 tahun 2004 tentang RTRW dan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kota Semarang (berlaku tahun 2000-2010) dan penjelasan lebih rinci dalam buku rencana dan album peta sebagai mana tercantum dalam lampiran ii dan iii yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari PERDA tersebut;
4. UU NO. 23 TH 1997;
5. PP NO.27 TH 1999;
6. KEPMENLH NO. 2 TH 2000;
7. KEPMENLH NO.40, 41, 42 TH 2000;
8. KEP. KA.BAPEDAL NO. 08 dan 09 TH 2000;
9. SURAT EDARAN NO. SE/10/M.PAN/07/2005;
10. UNDANG-UNDANG No. 26 tahun 2007
11. Kep. BPN Nomor 7 tahun 2007
12. PERPRES 36 TH 2005 Jo. PERPRES 65 TH 2006
Dengan tidak konsistennya dan /atau melanggar dan/atau telah diabaikannya peraturan tersebut oleh Pemerintah dan/atau oleh Pemrakarsa tol Semarang-Solo, atas peraturan yang masih berlaku dan/atau bertentangan dengan rasa keadilan yang ada dimasyarakat serta telah menodai tatanan hukum dalam Penyelenggaraan Pemerintah yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam rangka membangun Negara yang berkelanjutan.

Berdasarkan kenyataan tersebut diatas maka, Warga Tirto Agung dan Klentengsari sebatas memperjuangkan haknya yang dilindungi undang-undang, untuk dapat berlaku dan/atau berjalannya peraturan tersebut sebagaimana mestinya, mendukung penyelenggaraan pemerintah yang bersih dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme. Kami tidak menentang pemerintah, kami mendukung pembangunan (termasuk tol Semarang-Solo tapi yang sesuai aturan), kami menginginkan pemerintah memberi contoh yang baik kepada Warga yang dipimpinnya, warga yang mempunyai ijin mukim, warga yang memiliki sertifikat tanah, warga yang telah membayar pajak. Mestinya segala sesuatu yang diselenggarakan pemerintah harus berdasarkan hukum, negara ini adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan atau bukan negara berdasarkan hukum rimba, adanya tebang pilih. Masyarakat butuh kepastian hukum, jika sampai PERDA direvisi untuk menyesuaikan proyek berarti sebagai bukti bahwa produk hukum dengan mudahnya di belokkan dan /atau dirubah setiap saat sesuai kehendak Pejabat Publik Pemerintahan. Siapapun penyelenggara proyek harus taat kukum tidak terkecuali Pemerintah.

Ditambah lagi akhir-akhir ini diwacanakan oleh Pejabat Publik Pemerintahan akan diterapkan PERPRES 36/65 sebagai alat paksa penyerahan hak, hal tersebut sungguh memalukan, sungguh menyakitkan, sungguh tidak bermoral, sungguh tidak berdasar hukum, sungguh bukan tipe pimpinan visioner. Apalagi AMDAL dibuat tahun 2004 data-datannya tahun 2005. Pejabat Publik Pemerintahan bukannya memberi pendidikan pada masyarakat malah justru membodohi masyarakat, menakut-nakuti masyarakat serta menimbulkan konflik horisontal pada masyarakat serta menciptakan apatisme masyarakat kepada Pejabat Publik Pemerintah.

Pemerintah harusnya menyadari atas kesalahannya, tidak malu mengakui kesalahan, atas kekeliruan yang dibuat dan seharusnya mengucapkan terimakasih kepada masyarakat atas peran sertanya dalam pembangunan, yang memang berdasarkan hukum diatur dan/atau dipersyaratkan adanya keikutsertaan masyarakat. Pembangunan pada akhirnya adalah untuk masyarakat, kedaulatan berada ditangan rakyat. Selanjutnya mestinya atas pengakuan kesalahan desain rute segera dikembalikan sesuia PERDA: dimulai dari pintu pembayaran tol tembalang---BNI UNDIP---Jalan Jati Mulyo----SDN 01---menyusuri sebelah timur area pesawahan Graha Estetika menuju Kelurahan Kramas.

Berdasarkan paparan kenyataan tersebut diatas, maka kami mohon kepada Yth. Bapak/Ibu Bakal Calon Gubernur Jawa Tengah sebagai Calon Pemimpin Jawa Tengah yang akan dipilih masyarakat untuk memberikan petunjuk dan sikap terkait perencanaan pembangunan tol Semarang Solo atas rute yang akan dipaksakan melalui Tirto Agung dan Klentengsari. Sehingga dengan demkian maka, kami mengetahui Visi, Misi dan Tujuan masing-masing kandidat tersebut dalam membangun Penyelenggaran Pemerintahan yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Visi, misi dan tujuan kandidat penting untuk dijelaskan kepada masyarakat umum, apalagi diwacanakan akan dibangunnya jalan tol Trans Jawa, konon akan menghabiskan lahan produktif pertanian dan ladang yang subur sepanjang rute tol Trans Jawa, dengan demikian akan mengurangi sumber pangan bagi masyarakat, adannya alih profesi para petani sepanjang rute tol Trans Jawa, serta realisasi pembangunan tol Trans Jawa disinyalir berpotensi menginjak-nginjak hak masyarakat, memiskinkan masyarakat dan adannya inkonsistensi terhadap berbagai peraturan yang dilakukan Pemerintah.

Demikian surat permohonan kami, dengan harapan direncanakan dan/atau dijadwalkan oleh Bapak/Ibu sebagai Bakal Calon Gubernur, kapan kami bisa mendengarkan dan/atau bertemu dan/ silaturrohim. Paparan dan/atau sikap tersebut kami yakin pasti akan dinilai oleh masyarakat sepanjang tol Trans Jawa yang berpengaruh terhadap hak pilihnya, apalagi jika dipublikasikan di media cetak dan elektronik.

Selanjutnya kami tunggu konfirmasinnya. Atas perhatian dan perkenanya disampaikan terima kasih.

Semarang, 29 Januari 2008

Read More......

Surat pengantar, atas surat yang ditujukan ke KPK (terlampir).

Kepada Yth.
DR. H. Susilo Bambang Yudoyono
Presiden Republik Indonesia
Di
JAKARTA

Dengan hormat,
Bersama ini kami kirimkan surat tembusan, surat yang kami tujukan kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia.

Mohon isi surat tersebut untuk dipahami (terlampir), disikapi dan ditindaklanjuti sebagaimana wewenang dan tanggungjawabnya masing-masing dalam rangka mewujudkan penyelenggaran Pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Laporan kami merupakan partisipasi aktif mewujudkan tegaknya peraturan yang masih berlaku dan adannya kepastian hukum, serta perlindungan hukum kepada masyarakat.

Demikian, atas perkenan dan perhatiannya disampaikan terima kasih.


Read More......

Surat pengantar, atas surat yang ditujukan ke KPK (terlampir).

Kepada Yth.
DR. H. Susilo Bambang Yudoyono
Presiden Republik Indonesia
Di
JAKARTA

Dengan hormat,
Bersama ini kami kirimkan surat tembusan, surat yang kami tujukan kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia.

Mohon isi surat tersebut untuk dipahami (terlampir), disikapi dan ditindaklanjuti sebagaimana wewenang dan tanggungjawabnya masing-masing dalam rangka mewujudkan penyelenggaran Pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Laporan kami merupakan partisipasi aktif mewujudkan tegaknya peraturan yang masih berlaku dan adannya kepastian hukum, serta perlindungan hukum kepada masyarakat.

Demikian, atas perkenan dan perhatiannya disampaikan terima kasih.

Read More......

Minggu, 25 Mei 2008

PRESS RELEASE Warga Tirto Agung Terhadap TOL Semarang Solo

1. Siapapun dan /atau semua Warga apalagi Pemerintah yang akan membangun, termasuk jalan tol harus taat pada RDTRK yang mengatur tata ruang Kota yang berlaku. Walikota sebagai pengawas PERDA Nomor 12 tahun 2000-2010 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota Semarang, mempunyai kewajiban untuk menegur dan melarang siapapun yang melanggar RDTRK.

Demikian juga anggota DPRD Tk II, semestinya membela Warga yang taat hukum, tidak malah membiarkan RDTRK yang dibuat bersama Eksekutif/Walikota dibiarkan dilanggar sekalipun oleh Gubernur / PT. Jasa Marga. Warga pada waktu membeli dan /atau membangun telah mempertimbangkan RDTRK. Warga Tirto Agung dan Klentengsari yang taat hukum yang sekarang merasa dikorbankan karena pengalihan rute tol, minta perlindungan hukum karena sampai dengan sekarang Walikota dan DPRD Kota Semarang belum menunjukkan peran seharusnya, dengan sangat terpaksa FKJT minta perlindungan hukum Kepada Bapak Presiden, Ketua DPR, Ketua MPR, Kapolri dan lain-lain.
2. Warga lebih percaya pada Komisi Ombudsman, lembaga legal Negara yang terdiri dari para ahli hukum dan bersifat netral yang merekomendasikan kepada Gubernur untuk mengembalikan rute tol semula. Bila ada pendapat yang menyatakan, masih satu blok, dibenarkan, tunjukan dasar hukumnya mana? Pasal berapa dari UU yamg mana?
3. Sewajarnya aparat Pemerintah, aparat Kepolisian, melindungi Warganya yang taat hukum dan tidak memback-Up proyek yang menurut Komisi Ombudsman tidak sesuai/melanggar RDTRK.
4. Silahkan tanya pada Warga Tirto Agung dan Klentengsari, apa ada Warga yang menjadi responden, ditanyai pendapatnya tentang dampak lingkungan? Dokumen AMDAL yang sekarang cacat hukum dan tidak valid. Disyahkan tahun 2004, data yang dipakai 2005. Tentang Dokumen AMDAL yang cacat hukum dan tidak valid, telah kami laporkan kepada Menteri lingkungan Hidup.
5. Proyek jalan tol jika dipaksakan dengan tidak mengabaikan aspek hukum, aspek lingkungan hidup, maka akan menuai masalah yang merugikan dikemudian hari. Di Jakarta pemblokiran jalan tol, contohnya menjadi IKLAN JELEK bagi para investor. Investor perlu proyek yang tidak bermasalah secara hukum dan ada jaminan kepastian hukum, sehingga tahu kapan BEP akan dicapai dan kapan saat keuntungan didapat. Jalan tol Jakarta Merak yang telah beroprasi lebih dari 14 tahun, masih rugi. Kalkulasi seperti apa, proyek tol Semarang Solo bisa membagi deviden setelah beroprasi 2 tahun.

Read More......